Namun di balik kompleksnya tugas dan pekerjaan guru tersebut sejak bergulirnya program pemberian tunjangan profesi guru, guru mendapat tambahan kesibukan baru yang terkait erat dengan pencairan tunjangan sertifikasi tersebut. Tiap tiga bulan sekali para guru harus menyerahkan berkas2 dari berbagai SK sampai ke daftar gaji, ke kantor dinas pendidikan kabupaten. Dalam pikiran sederhana Bapak/Ibu guru akan selalu muncul pertanyaan untuk apa berkas2 itu dikumpulkan tiap tiga bulan, toh bahannya juga sama? Apa bukan kerja yang sia-sia saja, apakah efektif? Yang makin membuat para guru bertanya-tanya dan setengah jengkel adalah sejak adanya sertifikasi guru, sudah beberapa kali harus mengganti buku rekening bank, sebagai persyaratan pencairan tunjangan sertifikasi. Dari Kantor Pos, ganti rekening BRITAMA, ganti lagi rekening BPD dan sekarang harus ganti lagi ke Rekening BRI yang ini ga boleh Britama tapi Simpedes, jadi Britamanya tidak terpakai.Hal ini dirasakan oleh para guru sangat janggal dan seolah jadi bahan permainan. Belum lagi tunjangan sertifikasi yang sering datang terlambat, antar kabupaten tidak serempak, wah wah ....bapak ibu guru merasa dipermainkan.
Tugas guru yang seharusnya fokus mendidik para siswanya harus terbagi dengan kesibukan lain yang dianggap guru tidak perlu. Dibalik kesibukan-kesibukan tersebut terbetik informasi akan dikembalikannya status guru sebagai pegawai pemda menjadi pegawai pusat, dan ini merupakan angin segar bagi para guru. Harapan besar nasib para guru dapat menjadi lebih baik. Apapun kebijakan pemerintah, yang jelas para guru hendaknya tetap eksis menjalankan tugas-tugasnya sebagai guru profesional dan tetap menjunjung tinggi Kode Etik Guru. Karena di tangan gurulah harapan besar kemajuan bangsa diletakkan. Semoga kesejahteraan guru semakin membaik, tunjangan semakin lancar, dan profesi guru makin dihargai.